oleh : Ir. Agus Budi
Setyono
Kita
tahu dan harus tahu bahwa pengendalian hama secara biologi atau pengendalian
hayati mendapat perhatian yang cukup besar di dunia pertanian. Hal ini antara
lain disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan bahanyanya
pengaruh samping penggunaan pestisida kimia baik terhadap manusia maupun
lingkungan. Dampak negatif penggunaan pestisida yang kurang bijaksana akan
menimbulkan resistensi hama, resurgensi hama, munculnya hama kedua, terbunuhnya
jasad bukan sasaran ( musuh alami), residu pestisida dan pencemaran
lingkungan. Kecenderungan masyarakat untuk menikmati hasilhasil pertanian yang
bebas residu pestisida semakin meningkat. Di samping kebijaksanaan pemerintah
dalam pengendalian dengan sistem pengelolaan hama terpadu (PHT) sesuai UU No.
12 tahun 1992 juga mendorong untuk memberi kesempatan peran yang besar pada
pengendalian hayati.
Salah
satu agens hayati yang bisa digunakan
sebagai pengendalian hayati atau biologi adalah jamur entomopatogenik ( jamur yang
memakan hama )dan jamur antagonis (
Jamur yang memakan jamur atau jeruk makan jeruk kata si Joshua ). Ada beberapa
alasan mengapa jamur entomopatogenik
dan jamur antagonis banyak menjadi
pilihan untuk pengendalian hama dari pada organisme lain. Diantaranya jamur entomopatogenik dan jamur antagonis mempunyai kapasitas reproduksi
yang tinggi, siklus hidupnya pendek, dapat membentuk spora yang dapat bertahan
lama di alam, bahkan dalam kondisi yang tidak menguntungkan sekalipun.
Disamping itu relatif aman, bersifat selektif, kompatibel dengan berbagai
insektisida, relatif mudah diproduksi, kemungkinan menimbulkan resistensi
sangat kecil. Selain itu, di beberapa negara maju telah digunakan secara rutin dan meluas,
misalnya Uni soviet telah menggunakan Beauveria
bassiana untuk mengendalikan Penggerek umbi Kentang, Colarado potato beetle
( Laspeyresia pomonella ).
Keberhasilan
pemanfaatan jamur entomopatogenik dan jamur antagonis di lapangan sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban), jumlah spora (termasuk
viabilitas dan virulensinya) yang disemprotkan, sehingga kemungkinan spora
sampai sasaran cukup banyak. Di samping itu perlu diketahui biologi hama atau
daur hidupnya agar waktu penyemprotan dapat lebih tepat. Juga saat penyemprotan
harus benar-benar tepat, maksudnya tidak disemprotkan pada waktu matahari
terik, sebaiknya diaplikasinya pada waktu mendung atau sore hari.
Viabilitas
(daya hidup ) spora jamur entomopatogenik
dan jamur antagonis dipengaruhi
oleh faktor suhu, kelembaban, pH, radiasi sinar matahari dan senyawa kimia
seperti nutrisi dan pestisida. Hal ini penting untuk dipelajari, sebab syarat
suatu patogen berhasil baik digunakan sebagai agensia pengendali hama yaitu
harus memiliki viabilitas dan virulensi ( daya racun/bunuh ) yang tetap
terpelihara atau tinggi.
Salah
satu jamur entomopatogenik adalah Beuaveria bassiana, ( Natural BVR ) dan jamur antagonis
adalah Gliocladium sp, Trichoderma sp.
( Natural GLIO ) yang dikeluarkan
oleh PT. Natural Nusantara Jogjakarta dan telah bersertifikat dari Komisi
Pestisida Dinas Pertanian .